Rabu, 25 Agustus 2010

Kitab Suci Agama Buddha

Tripitaka/ Tipitaka merupakan kitab suci agama Buddha yang berisi berbagai sutta (sutra) atau ajaran dari Sang Buddha untuk umat Buddha. Kitab suci ini ditemukan dalam bahasa Pali dan bahasa Sansekerta. Nama umum yang diberikan untuk kumpulan kitab suci agama Buddha adalah Tripitaka. “Tri” berarti “tiga” dan “pitaka” berarti “keranjang” atau bisa diartikan sebagai “kumpulan”. Jadi Tripitaka mempunyai arti “Tiga Keranjang” atau “Tiga Kumpulan”, yang terdiri dari:


1. Vinaya Pitaka, kumpulan ajaran yang diperuntukkan bagi upasaka-upasika atau umat vihara (wihara). Terbagi lagi menjadi:

a. Parajika,
b. Pacittiya,
c. Mahavagga,
d. Culavagga,
e. Parivara.

2. Sutta/ Sutra Pitaka, kumpulan Ceramah/ Dialog. Terbagi lagi menjadi:

a. Digha Nikaya,
b. Majjhima Nikaya,
c. Samyutta Nikaya,
d. Anguttara Nikaya,
e. Khuddaka Nikaya.

3. Abhidhamma/ Abhidharma Pitaka, kumpulan Doktrin Yang Lebih Tinggi, hasil susunan sistematis dan analisis skolastik dari bahan-bahan yang ditemukan dalam Sutta/ Sutra Pitaka. Terbagi lagi menjadi:

a. Dhammasangani,
b. Vibhanga,
c. Dhatukatha,
d. Puggalapannatti,
e. Kathavatthu,
f. Yamaka,
g. Patthana.


1. Vinaya Pitaka

Vinaya Pitaka merupakan suatu kumpulan Tata Tertib dan Peraturan Cara Hidup yang ditetapkan untuk mengatur murid-murid Sang Buddha yang telah diangkat sebagai bhikkhu (biksu) atau bhikkhuni (biksuni) ke dalam Sangha. Peraturan-peraturan ini berupa imbauan dari Sang Buddha dengan tujuan agar mereka menguasai dan mengendalikan perbuatan jasmani, pikiran dan ucapan mereka. Kitab ini juga menyangkut hal-hal mengenai pelanggaran peraturan; terdapat berbagai jenis peringatan dan usaha pengendalian sesuai dengan sifat pelanggaran yang dilakukan.

Secara umum Vinaya Pitaka dapat dibagi atas:

a. Sutta Vibhanga

Bagian yang berhubungan dengan Pratimoksa/ Patimokha yaitu peraturan-peraturan untuk para bhikkhu/ bhikshu (227 peraturan) dan bhikkhuni/ bhikshuni (311 peraturan).


b. Khandaka-Khandaka

Terdiri dari: Mahavagga dan Cullavagga. Mahavagga merupakan serangkaian peraturan mengenai upacara penahbisan bhikkhu, upacara Uposatha, peraturan tentang tempat tinggal selama musim hujan [vassa], upacara pada akhir vassa [pavarana], peraturan mengenai jubah, peralatan, obat-obatan dan makanan, pemberian jubah Khatina setiap tahun, peraturan bagi bhikhu yang sakit, peraturan tentang tidur, tentang bahan jubah, tata cara melaksanakan sanghakamma (upacara sangha), dan tata cara dalam hal terjadi perpecahan. Cullavagga, terdiri dari peraturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran, tata cara penerimaan kembali seorang bhikkhu ke dalam sangha setelah melakukan pembersihan atas pelanggarannya, tata cara untuk menangani masalah-masalah yang timbul, berbagai peraturan yang mengatur cara mandi, mengenakan jubah, menggunakan tempat tinggal, peralatan, tempat bermalam dan sebagainya, mengenai perpecahan kelompok-kelompok bhikkhu, kewajiban guru [acariya] dan calon bhikkhu [samanera], upacara pembacaan Patimokkha, penahbisan dan bimbingan bagi bhikkhuni, kisah mengenai Pasamu Agung Pertama di Rajagraha, dan kisah mengenai Pesamuan Agung Kedua di Vesali.


c. Parivara

Suatu ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinaya yang tersusun dalam bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.


2. Sutra Pitaka [Sutta Pitaka]

Merupakan kumpulan pembicaraan antara Sang Buddha dengan berbagai kalangan, semasa Beliau mengembangkan ajaran-Nya. Sutra Pitaka dapat dikelompokkan dalam lima kelompok utama, yaitu :

· Digha Nikaya (kumpulan sutra yang isinya panjang),

· Majjhima Nikaya (kumpulan sutra yang isinya tidak terlalu panjang),

· Samyutta Nikaya (kumpulan sutra yang isinya secara kelompok),

· Anguttara Nikaya (kumpulan sutra atas beberapa topik utama),

· Khuddaka Nikaya (kumpulan sutra dari berbagai bahan).


3. Abhidhamma Pitaka

Sesuai uraian dari kaum Sthaviravada (Pali canon) dapat diuraikan menjadi tujuh jilid buku [pakarana], yaitu:

a. Dhammasangani, menguraikan mengenai etika dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa,

b. Vibhanga, menguraikan apa yang terdapat dalam buku Dhammasangani dengan metode yang berbeda. Buku ini dapat dibagi lagi dalam delapan bab [vibhanga], dan masing-masing bab memiliki tiga bagian yaitu Suttantabhajaniya, Abhidhammabhajaniya, dan Pannapucchaka atau daftar pertanyaan-pertanyaan,

c. Dhatukatha, menguraikan mengenai unsur-unsur batin yang terbagi atas empat belas bagian,

d. Puggalapannatti, menguraikan berbagai watak manusia [puggala] yang terkelompok dalam sepuluh urutan kelompok,

e. Kathavatthu, terdiri dari dua puluh tiga bab yang merupakan kumpulan percakapan [katha] dan sanggahan terhadap pandangan salah yang dikemukan oleh berbagai sekte tentang hal-hal yang berhubungan dengan teologi dan metafisika,

f. Yamaka, terdiri dari sepuluh bab [yamaka], yaitu Mula, Khanda, Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya, Citta, Dhamma, dan Indriya,

g. Patthana, menerangkan mengenai sebab-sebab yang berkenaan dengan dua puluh empat hubungan antara batin dan jasmani [Paccaya].

Tempat Ibadah Agama Buddha

Vihara,Klenteng,dan Orde Baru

Vihara adalah rumah ibadah agam buddha, bisa juga dinamakan kuil. Kelenteng adalah rumah ibadah penganut toaisme, maupun konfuciusisme. Tetapi di Indonesia, karena orang yg ke vihara/kuil/keleteng, umumnya adalah etnis tionghoa, maka menjadi agak sulit untuk di bedakan, karena umumnya sudah terjadi sinkritisme antara buddhisme, toaisme, dan konfuciusisme. Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan dari klenteng dan vihara. Klenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok.


Gambar 1.1 Vihara Dharma shuka,Jakarta Utara
Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa G30S pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuklah itu kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi nama Sansekerta atau Pali, mengubah nama sebagai vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan. Dari sinilah kemudian umat awam sulit membedakan klenteng dengan vihara.

Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak vihara yang kemudian mengganti nama kembali ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai klenteng daripada vihara. kalau sejak orde baru hingga sekarang tetap klenteng is klenteng tak ada perubahan, bahkan sebaliknya masa Refomasi dipengaruhi ganti Tri Dharma ( seolah-olah dipaksakan )
Gambar 1.2 Klenteng di Kota Singkawang,kalimantan Barat

Berikut daftar Nama beserta Alamat Vihara dari Sangha Theravada Indonesia

   Sumatera Utara :



 Vihara Mahã Sampatti

Jl. Pajang No. 7 - 9

Medan - 20214

Telp. : 061 - 7369 410



Riau :



Graha Buddha Manggala

Perum Baloi Mas Permai

RT/RW 03/06 Batu Batam

Batam (Belakang Indomobil)

http://buddhamanggala.blogspot.com



Jambi :



Vihara Jaya Manggala

Gedung Vipassana

JI. Gadjah Mada 23 RT. 28

Kel. Lebak Bandung, Kec. Jelutung

Kota Jambi 36195

Tel. (0741) 7552236



Lampung :



Vihãra Dhammaramsi

Jl. Dewi Sartika 1

Teluk Betung

Lampung 35214

Telp : (0721) 485715



Vihara Svarna Dipa Arama

Jl. Basuki Rahmat No. 14

Teluk Betung Utara

Bandar Lampung

Tel. (0721) 7432 900, 485715



Banten :



Vihara Dhammaphala

Jl. Sasmita, Grendeng Pulao No 34

RT.003/09, Tangerang 15113

Banten

Tel. (021) 55795570



Vihara Dharma Ratna

Jl.Husein Sastranegara RT.04/04

Jurumudi Tangerang

Banten - 15124

Telp/Fax : 021-54370275



Vihãra Sãsana Subhãsita

Jl. Tegalsari IV / 32

Sukasari RT 04/RW 11

Tangerang 15118

Telp : (021) 5527321



Vihara Siripada

Perumahan Vila Melati Mas

Jl. Raya Serpong Blok B.10 No.54

Jelupang, Serpong

Tangerang 15310

Tel. (021) 5386879



Vihara Indraloka

Jl. Benteng Jaya 29

RT. 004 / RW. 08 Kel. Sukarasa

Kota Tangerang 15111

Tel. (021) 70920107



Vihara Dharma Ratna

Jl. Husein Sastranegara RT.004/RW.04

(Depan Perumahan Duta Garden)

Jurumudi, Benda,

Tangerang 15124

Tel./Faks. (021) 54370275



DKI Jakarta :



Vihãra Jakarta Dhammacakka Jaya

Jl. Agung Permai XV / 12

Jakarta 14350

Telp : (021) 64716739, 6414304

Fax : (021) 6450206



Wisma Sangha Theravada Indonesia

Jl. Margasatwa 9 ( Depan BBC )

Pondok Labu

Jakarta 12450

Tel./Fax. (021) 75914315



Vihãra Saddhãpala

Jl. Pakis Raya 19

Bojong Indah, Cengkareng

Jakarta 11740

Telp : (021) 5818692

Faks. (021) 5801092



Vihãra Buddha Sasana

Jln. Kelapa Nias Timur Raya Blok PE 2 No.17

Kelapa Gading Permai

Jakarta

Telp. (021) 4514805

Faks. (021) 4515042



Vihãra Mettã

Jl. Palmerah Utara IV /26

Jakarta Barat 11480

Tel. (021) 5323058



Jawa Barat :



Saung Pãramïta

Ciapus, Bogor

d.a. Jl. Suryakencana 282 (258)

Bogor 16123

Telp : (0251) 388271



Vipassana Giri Ratana

Cibinong, Gunung Sindur

Bogor

Tel. (0251) 542734



Vihãra Dhammacakkhu

Jl. Dahlia II / 32

Perumahan Pakuan

Bogor

Telp : (0251) 328719



Vihara Karuna Mukti

Jl. Sasak Gantung No.24

Bandung 40251

Tel. (022) 434597



Vipassanã Graha

Jl. Kol. Masturi 69

Lembang, Bandung 40391

Telp : (022) 2787663 - 2787664

Fax : (022) 2787665



Vihãra Buddha Dhamma

Jl. Tuparev 318

Cinangoh - Karawang

Telp: (0267) 406644



Vihara Saddhadipa

Jl. Kedung Gede

RT.11/04 Kedung Waringin

Bekasi 17540


Jawa Tengah :



Vihãra Mendut

Kota Mungkid, Magelang

d.a. Kotakpos 111

Kota Mungkid 56501

Telp : (0293) 788236

Fax : (0293) 788404



Vihãra Tanah Putih

Jl. dr. Wahidin 12

Semarang 50243

Telp : (024) 8315169



Vihãra Buddha Gaya

Jl. Raya Pudakpayung, Watugong

Semarang

Telp : (024) 7473590



Vihara Dhammaphala

Dsn. Deplongan, Desa Wates,

Kec. Getasan, Kab. Semarang



Vihara Bodhidharma

Jl. Rajawali Tengah 2 A

Pekalongan 51141

Telp. (0285) 431310



Ratanavana Arãmã

Sendangcoyo RT 01 RW I

Kec. Lasem, Kab. Rembang

d.a. Tromolpos 1

Lasem 59271

Telp : (0295) 531894



Saddha Mula Arama

Desa Payak RT 04 / 02

Kec. Cluwak, Kab. Pati

d.a. Bapak Jadi

Ds. Payak RT 19 / 06

Kec. Cluwak Kab. Pati



Vihãra Nusa Dhamma

Jl. Dr. Sutomo 29

Cilacap 53223

Tel./Fax. (0282) 521024



Vihara Dharma Surya

d.a. Bapak Waldiyono

Kantor Depag

Jl. Jend. Sudirman 121

Temanggung 56218, Jawa Tengah



Vihara Dhamma Sundara

Jl. Ir. H. Juanda No. 243 - B

Pucang Sawit

Surakarta ( Jateng )

Telp. (0271) 643749



Vihãra Bodhivangsa

Jl. Mayor Kusmanto 17

Klaten - 57415

Telp: (0272) 327181



Vihãra Metta

Jl. Udang No. 8

Tegal

Telp: (0283) 323570



Vihara Sima Kalingga

Blingoh RT.04 RW.06

Keling

Jepara 59454



Vihãra Hetu Ratna Loka

Padepokan Tunggak Semi

Bakaran Wetan, Juana, Kab. Pati

Telp : (0295) 71539



DI Yogyakarta :



Vihãra Vidyãloka

Jl. Kenari Gg. Tanjung I No. 231

Yogyakarta 55165

Tel./Faks. (0274) 542919



Vihãra Karangdjati

Jl. Monjali No. 78

Sinduadi, Mlati, Sleman

D I Yogyakarta 55284

Telp : (0274) 7473000


Jawa Timur :


Vihãra Sãmaggi Jaya

Jl. Ir Soekarno 67

(Eks. Slamet Riyadi 21)

Blitar 66113

Telp : (0342) 802616

Faks : (0341) 572965

Email : samaggi_jaya@yahoo.com



Vihara Bodhigiri

(Panti Semedi Balerejo)

d.a. Vihãra Sãmaggi Jaya

Jl. Ir. Soekarno 67

(Eks. Slamet Riyadi 21)

Blitar 66113

Telp : (0342) 802616

Faks : (0341) 572965

Email : samaggi_jaya@yahoo.com



Padepokan Dhammadïpa Arãmã

Mojorejo, Batu, Malang

Kotakpos 39

Batu 65301

Telp : (0341) 594781

Faks : (0341) 594145



Yayasan Samaggi Viriya

Jl. Telaga Bodas Blok A no. 1

Tidar Malang

Telp : (0341) 7012322 Faks : (0341) 571755

Vihara Padma Graha

Jl. Imam Bonjol Atas 57

Batu, Jawa Timur

Tel. (0341) 593077



Vihara Buddha Sasana

Jl. Raya Buneng RT.02/RW.01

Desa Boro, Kec. Selorejo, Kab. Blitar

Jawa Timur – Kode Pos 66192

Tel. (0341) 7077935



Vihara Dhamma Sagara

Timur Lapangan, Ds. Wringinpitu,

Kec. Tegaldlimo,

Kab. Banyuwangi 68484



Vihara Dhamma Mukti

Yosomulyo, Gambiran

Banyuwangi



Cetiya Dhammadipa

Jl. Pandegiling 260 / I

Surabaya 60263

Telp : (031) 5320688

Fax. : (031) 5320788



Vihãra Buddha Kirti

Jl. Ngagel Tama Selatan III / 5

Surabaya

Telp : (031) 5040350



Vihãra Eka Dharma Loka

Jl. Taman Babadan Pantai IX / 67

Surabaya - 60113

Telp : (031) 3822333

Faks : (031) 3813296



Vihãra Dhamma Jaya

Jl. Bulu Jaya V / 19

RT III / RW IV

Kelurahan Lontar

Kecamatan Lakarsantri

Surabaya 60216

Telp : (031) 7349600



Vihara Berkah Utama

Jl. Genteng Muhammadiyah 43

Surabaya

Telp. (031) 5479505



Vihãra Buddha Loka

Jl. Mayjen Sungkono 122

Tulungagung - 66215

Telp: (0355) 335899


Bali :



Vihãra Buddha Sakyamuni

Jl. Gunung Agung

RT Padang Udayana 3-A

Denpasar 80119

Telp : (0361) 427455



Vihara Asokarama

Jl. Nuansa Indah Selatan I/18

Buluh Indah

Denpasar, Bali



Vihara Buddha Guna

Nusa Dua

Bali

Brahmavihãra Arãmã

Banjar, Singaraja - 81152

Telp : (0362) 92954



Vihara Buddhavamsa

Jl. Pulau Sugara No.2

Singaraja 81114

Bali

Tel. (0362) 21218



Vihara Buddha Ratana

Karangasem, Amlapura



Vihãra Dharma Giri

Jl. Gajah Mada

Pupuan

Tabanan, Bali

Telp. (0362) 71029


Nusa Tenggara Barat :



Vihãra Sangupati

Lendang Bila, Tegal Maja,

Tanjung,

Lombok Barat



Vihara Bodhi Dharma

Karang Lendang, Bentek

Gangga

Lombok Barat (NTB)



Kalimantan Timur :



Vihãra Müladharma

Jl. Panglima M. Noor 9

Samarinda 75119

Telp : (0541) 221315



Mahavihara Buddha Manggala

Jl. MT. Haryono RT. 033 Batu Ampar

Ring Road

Balikpapan 76114

Tel.\ Faks. (0542) 861106



Vihãra Dharma Cakra

Jl. Haji Maskur 59

Tanjung Selor, Kab. Bulungan



Vihara Sinar Borobudur

Jl. Slamet Riyadi RT.17 No. 25

Tarakan 77111

Tel. (0551) 23537



Vihara Santi Graha

Jl. Pangeran Antasari 1080 RT 1

Tanjung Redep, Berau, Kalimantan Timur

Tel. 08125855528



Vihãra Tri Dharma

Jln. Kapten Tendean no. 589 RT III

Kelurahan Bugis - Berau Tanjung Redep



Kalimantan Selatan :



Vihãra Dhammãsoka

Jl. Kapten Piere Tendean

Gang Vihara No. 37

RT 41 RW 13

Banjarmasin 70231

Telp : (0511) 251497

Faks : (0511) 272649



Vihãra Dhammaratana

Ds. Kapul, RT.1, Rw 1, Kec. Halong

Kab. Hulu Sungai Utara - 71466,

Kalimantan Selatan



Vihãra Buddha Ratana

Desa Tabuan

Kecamatan Halong



Vihãra Satthisukkha

Desa Mauya

Kecamatan Halong



Vihãra Sampan Dhamma

Desa Aniungan

Kecamatan Halong



Cetiya Suana Dhamma

Desa Itis, Kecamatan Halong

Kabupaten Hulu Sungai Utara



Vihãra Buddhi Paramita

Desa Cantung

Kota Baru



Vihãra Saddha Subha

Desa Karang Lewar

Kota Baru



Vihãra Saddha Manggala

Desa Magalo,Kota Baru



Kalimantan Barat :



Vihara Dhamma Siri Jaya

Adisucipto, JI. Parit II

Gg. Flamboyan III B No. 8

Sungai Raya,

Pontianak 78391

Telp. (0561) 722254, 7057858



Vimalachanda Arama

Jl. Sagaatani RT 08 RW 02 No. 88

ds. Sijangkung

Singkawang

Telp. (0562) 3320574




Sulawesi Utara :



Vihãra Dhammadïpa

Jl. Sudirman 52

Manado 95124

Telp : (0431) 861842



Manado Buddhist Center

d.a. PT. MEX (KELABAT WISATA)

Jl. Walanda Maramis No. 196

Manado 95122

Hp. 08129338591



Vihara Adhimogasidha

Desa Werdhi Agung, Kec. Dumoga

Kab. Bolaang Mongondow

d.a. Toko Kartini (Lili Ratulangi)

Manado

Telp. (0431) 3307599



Vihãra Buddha Dharma

Jl. S. Parman

Gorontalo

Telp : (0435) 24700



Vihãra Dharma Muliya Paguyaman

Jl. Pasar Monggolito, Desa Sidomulyo,

Kecamatan Buliyohuto,

Kabupaten Gorontalo,Paguyaman



Sulawesi Selatan :



Vihãra Sasanadipa

Jl. Sungai Poso no. 47

Makassar

Telp: (0411) 320611

Faks : (0411) 320528



Vihara Jinaraja Sasana

Jl. Bonerate No 31

Makassar

Telp. (0411) 317339



Cetiya Satya Dharma

Jl. Sulawesi 172

Ujungpandang / Makassar

Telp : (0411) 315329



Vihãra Eka Virya Sasana

Desa Wae Pute

Kec. Perwakilan - Topoyo

Kab. Mamuju



Cetiya Buddyanana

Jl. Durian Lorong 2 No. 1

Unit Pemukiman Transmigrasi

Upt. Salogata - Mamuju



Vihara Buddha Dharma Parepare

Jl. Daeng Parani No.2

Parepare (Sulsel)

Tel. (0421) 24271 / 24176

Fax. (0421) 22233



Vihãra Dharma Palakka

Jl. Salak 8

Watampone, Bone

Telp: (0481) 22268





Sulawesi Tengah :



Vihãra Karunadipa

Jl. Sungai Lariang 74

(Depan Sekolah Karuna Dipa)

Palu 94222

Telp. (0451) 4708090

Faks. (0451) 424771





                                                               

Hari Raya Agama Buddha

          Terdapat empat hari raya besar dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.

Waisak
Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta.

Gambar 1.1 Tri Suci Waisak

Kathina
Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.

Gambar 1.2 Berdana kepada Bhikku Sangha di Hari Kathina
Asadha
Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

Gambar 1.3 Pembabaran Dharma yang pertama kepada Panca Vagiya (lima pertapa)
Magha Puja
Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara.

Gambar 1.4 Sidharta Gautama

Selasa, 24 Agustus 2010

Buddha Theravada

            Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.

Gramatika

Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.

Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).

Sejarah

Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).

Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.

Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, di sisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.

Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak merubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada.

Ajaran

Ajaran dasar dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia, meliputi:

Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),

Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan.

Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),

Samudaya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup.

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),

Nirodha ialah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut.

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).

Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan jalan kebenaran akan dibahas lebih mendalam pada pokok pembahasan yang selanjutnya.

Inti ajaran Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah untuk menderita. Jika di dunia ini tidak ada penderitaan, maka Buddha pun tidak akan menjelma di dunia. Semua hal yang terjadi pada manusia merupakan wujud dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup, sakit, dipisahkan dari yang dikasihi dan lain-lain, merupakan wujud penderitaan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Bahkan kesenangan yang dialami manusia, dianggap sebagai sumber penderitaan karena tidak ada kesenangan yang kekal di dunia ini. Kesenangan atau kegirangan bergantung kepada ikatannya dengan sumber kesenangannya itu, padahal sumber kesenangan tadi berada di luar diri manusia. Sumber itu tidak mungkin dipengang atau diraba oleh manusia, karena tidak ada sesuatu yang tetap berada. Semua penderitaan disebabkan karena kehausan. Untuk menerangkan hal ini diajarkanlah yang disebut pratitya samutpada, artinya pokok permulaan yang bergantungan. Setiap kejadian pasti memiliki keterkaitan dengan pokok permulaan yang sebelumnya. Ada 12 pokok permulaan yang menjadi fokus pratitya samutpada.

Ajaran tentang Delapan Jalan Kelepasan

Agar terlepas dari penderitaan mereka mereka harus melalui 8 jalan kebenaran yang dibagi menjadi 3 tahap bagian, yaitu:

Sradha / iman

1.Percaya yang benar (Samma ditthi). Sraddha atau iman yang terdiri dari “percaya yang benar” ini memberikan pendahuluan yang terdiri dari: Percaya dan menyerahkan diri kepada Buddha sebagai guru yang berwenang mengajarkan kebenaran, percaya menyerahkan diri kepada dharma atau ajaran buddha, sebagai yang membawanya kepada kelepasan, dan percaya setelah menyerahkan diri kepada jemaat sebagai jalan yang dilaluinya. Sila yaitu usaha untuk mencapai moral yang tinggi

2.Maksud yang benar (Samma sankappa), merupakan hasil “percaya yang benar” yakin bahwa jalan petunjuka budha adalah jalan yang benar

3.Kata-kata yang benar (Samma vaca), maksudnya orang harus menjauhkan diri dari kebohongan dan membicarakan kejahatan orang lain, mengucapkan kata-kata yang kasar, serta melakukan percakapan yang tidak senonoh.

4.Perbuatan yang benar (Samma kammanta), maksudnya bahwa dalam segala perbuatan orang tak boleh mencari keuntungan sendiri.

5.Hidup yang benar (Sama ajiva), maksudnya secara lahir dan batin orang harus murni atu bebas dari penipuan diri

6.Usaha yang benar (Samma vayama), maksudnya seperti pengawasan hawa nafsu agar jangan sampai terjadi tabiat-tabiat yang jahat.

7.Ingatan yang benar (Samma sati), maksudnya pengawasan akal, rencana atau emosi yang merusak kesehatan moral Semadi

8.Semadi yang benar (Samma samadhi) Semadi itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu persiapan atau upcara semadi dan semadinya sendiri. Persiapan atau upacara semadi ini maksudnya kita harus merenungi kehidupan dalam agamannya seperti 7 jalan kebenaran yang dibahas tadi dengan 4 bhawana,yaitu: metta (persahabatan yang universal), karuna (belas kasih yang universal), mudita (kesenangan dalam keuntungan dan akan segala sesuatu), dan upakkha (tidak tergerak oleh apa saja yang menguntungkan diri sendiri, teman, musuh dan sebagainya. Sesudah merenungkan hal-hal tersebut barulah masuk kedalam semadi yang sebenarnya dalam 4 tingkatan yaitu: mengerti lahir dan batinnya, mendapatkan damai batiniahnya, menghilangkan kegirangannya sehingga menjadi orang yang tenang, sampai akhirnya sukha dan dukha lenyap dari semuanya, dan rasa hatinya disudikan. Dengan demikianlah orang sampai pada kelepasan dari penderitaan.

Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).

Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gotama sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.

Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood).

Senin, 23 Agustus 2010

Moral Buddha

          Sebagai mana agama Islam dan Kristen ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:

Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami

yang artinya:
aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
aku bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran

Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:

Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”

Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).

Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

Konsep Ketuhanan

        Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal. Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.    



Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.

Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.

Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.

Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru