Jumat, 15 Juli 2011

Asadha Puja




Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia ( Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

Minggu, 10 Juli 2011

Pict : Mengintip umat buddhist di London (Chithurst Buddhist Monastery)




















15 kata "Jangan" yg perlu dihindari





1. Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia.

2. Jangan menunggu kaya baru bersedekah, tapi bersedekahlah, maka kamu semakin kaya.

3. Jangan menunggu termotivasi baru bergerak, tapi bergeraklah, maka kamu akan termotivasi.

4. Jangan menunggu dipedulikan orang baru kamu peduli, tapi pedulilah dengan orang lain! Maka kamu akan dipedulikan...

5. Jangan menunggu orang memahami kamu baru kamu memahami dia, †âÞi pahamilah orang itu, maka orang itu paham dengan kamu.

6. Jangan menunggu terinspirasi baru menulis. tapi menulislah, maka inspirasi akan hadir dalam tulisanmu.

7. Jangan menunggu proyek baru bekerja, tapi bekerjalah, maka proyek akan menunggumu.

8. Jangan menunggu dicintai baru mencintai, tapi belajarlah mencintai,maka kamu akan dicintai.

9. Jangan menunggu banyak uang baru hidup tenang, tapi hiduplah dengan tenang. Percayalah,. bukan sekadar uang yang datang tapi juga rejeki yang lainnya.

10. Jangan menunggu contoh baru bergerak mengikuti, tapi bergeraklah,maka kamu akan menjadi contoh yang diikuti.

11. Jangan menunggu sukses baru bersyukur. tapi bersyukurlah, maka bertambah kesuksesanmu.

12. Jangan menunggu bisa baru melakukan, tapi lakukanlah! Kamu pasti bisa!

13. Jangan menunggu untuk diberi, tetapi memberilah maka kamu akan diberi

14. Jangan menunggu dihargai, tetapi hargailah orang lain maka kamu pasti akan dihargai

15. Jangan menunggu dihormati orang lain, tetapi hormatilah orang lain maka kamu akan dihormati

Roda Perenungan VI



"Ketika aku muda, aku ingin mengubah seluruh dunia. Lalu aku sadari, betapa sulit mengubah seluruh dunia ini, lalu aku putuskan untuk mengubah negaraku saja. Ketika aku sadari bahwa aku tidak bisa mengubah negaraku, aku mulai berusaha mengubah kotaku. Ketika aku semakin tua, aku sadari tidak mudah mengubah kotaku. Maka aku mulai mengubah keluargaku. Kini aku semakin renta, aku pun tak bisa mengubah keluargaku. Aku sadari bahwa satu-satunya yang bisa aku ubah adalah diriku sendiri.

Tiba-tiba aku tersadarkan bahwa bila saja aku bisa mengubah diriku sejak dahulu, aku pasti bisa mengubah keluargaku dan kotaku. Pada akhirnya aku akan mengubah negaraku dan aku pun bisa mengubah seluruh dunia ini."


Tidak ada yang bisa kita ubah sebelum kita mengubah diri sendiri. Tak bisa kita mengubah diri sendiri sebelum mengenal diri sendiri. Takkan kenal pada diri sendiri sebelum mampu menerima diri ini apa adanya.

Terima Kasih Ibu



Sebuah kisah dengan mata memancar penuh kebahagiaan, "bisa saya melihat bayi saya, Dok..?" pinta seorang Ibu yang baru saja melahirkan anak pertamanya.

Begitulah awal dari kisah yang kami tulis kali ini, ketika gendongan itu sudah berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki mungil itu, Ibu itu menahan nafasnya.
Dokter yang menungguinya pun segera berbalik memandang ke arah luar jendela. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah daun telinga..! Tersentak, dug!! Jantung Ibu berdegup keras, entah apa yang dirasakannya dan yang pasti anak lelaki mungil ini adalah rezeki yang dititikan oleh Tuhan. 
Namun demikian waktu pun membuktikan, meski tanpa daun telinga, pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu, tetap bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang memang nampak sedikit beda yang tidak tampak seperti teman sepermainannya.
Suatu hari anak lelaki itu berlarian pulang ke rumah dan segera membenamkan wajahnya di pelukan sang Ibu sambil menangis tanpa henti. Ibu itu sungguh bisa ikut merasakan bahwa hidup anak lelakinya pasti penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak sambil berkata,
"Ibu... seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh, masa' anak manusia ndak punya daun telinga..."
Ibunya pun tak bisa berkata apa-apa lagi, hanya tetesan air mata dan belai lembut yang sanggup ia berikan.
Waktu terus berlalu dan tahun pun berganti. Anak lelaki itu sekarang sudah tumbuh dewasa. Meski tanpa daun telinga, ia cukup tampan di balik ketidak-sempurnaannya. Ia pun mulai disukai beberapa teman di sekolahnya. Ia juga berbakat di bidang musik dan menulis. Ingin sekali ia menjadi ketua kelas, namun Ibunya selalu mengingatkan, "bukankah dengan menjadi ketua kelas itu nantinya kamu akan bergaul dengan lebih banyak lagi remaja-remaja yang lain? dan apakah kamu sudah siap dengan segala konsekwensinya, anakku?"
jauh di lubuk hatinya, Ibu itu merasakan terenyuh yang amat sangat.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan daun telinga untuknya.
"Saya yakin saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya"
kata dokter itu.
Kemudian, kedua orang tua itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada anaknya.
Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah kini saatnya mereka memanggil anak lelakinya,
"Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya untukmu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia"
kata sang ayah.
Alhasil, operasi pun berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun telah lahir. Lelaki tampan dengan bakat musiknya yang hebat dan kepiawaiannya dalam menulis prosa, puisi dan sajaknya pun mampu merubah dirinya menjadi kejeniusan tersendiri. Ia pun menerima banyak sekali penghargaan. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya,
"Yah, aku harus tahu siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya."
Ayahnya menjawab,
"Ayah yakin kamu takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu anakku."
Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan,
"Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."
Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasianya rapat-rapat. Hingga suatu ketika, sebuah berita menyedihkan diterima oleh keluarga tersebut. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu harus menerima kenyataan, berdiri terpaku di depan jenazah ibunya.
Sang Ibu telah berpulang..!!
Dengan sangat perlahan, di sela-sela tetes air matanya, sang ayah membelai lembut rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu lalu berkata lirih pada anaknya,
"Anakku, coba kamu sibakkan rambut Ibumu..."
Anak itupun menuruti apa kata Ayahnya, dengan tangan gemetar, ia menyibakkan rambut Ibunya sehingga tampaklah bahwa ternyata sang ibu tidak memiliki daun telinga lagi. Klak..! Bagai tercekat kerongkongan anak itu bahkan untuk sekedar menelan ludah saja, itu sangat sulit baginya.
"Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,"
bisik sang ayah. "dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan? Kecantikan yang sejati itu tidak terletak pada penampilan tubuh namun ada di dalam hatinya.
Harta karun yang hakiki itu tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat dilihat.
Cinta yang sejati tidak terletak pada ‘apa yang telah dikerjakan dan diketahui’, tapi pada ‘apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.’
Anak itupun hanya bisa menangis dan menangis tanpa henti sambil memeluk jasad Ibunya erat-erat,
” TERIMA KASIH IBU” sungguh pengorbananmu adalah mukjizat Tuhan. Sajak melahirkan kata pada cinta yang tak terbalas untukmu Ibu,