Seseorang bertanya pada Bhikkhu, “Bagaimana mencurahkan belas kasih yang tidak terbatas pada semua makhluk?” Jawaban beliau, “Kembangkanlah keseimbangan batin”. Maksudnya, sadar akan kesetaraan semua makhluk—Saya tidak lebih baik dari siapapun, sama halnya tidak ada yang lebih buruk dari siapapun. Kita semua berada dalam satu “tubuh”, dan sepantasnya saling membutuhkan.
Ini mengingatkanku pada satu perumpamaan sederhana namun mendidik tentang seekor burung berkepala dua (dua kepala burung dalam satu tubuh yang sama). Suatu hari, disebabkan dengki, burung yang satu memperdaya burung satunya lagi agar memakan buah beracun, dan berakibat keduanya pun mati.
Begitu juga, “orang lain” dan “saya” berbagi satu tubuh yang sama. Siapa diri kita dan kelangsungan hidup kita bergantung pada orang lain—tidak akan ada makanan, pakaian, sahabat, orang tua, mata pencaharian…tanpa “orang lain”—kita hidup saling bergantung. Bahkan seorang saja yang berlaku menyimpang bisa jadi merupakan awal kemerosotan bagi suatu masyarakat.
Bhikkhu tersebut berkata, “Waspada agar tidak menjadi Iblis Belas Kasih.” Seorang Iblis Belas Kasih akan benar-benar berpikir bahwa dirinya itu berbelas kasih, saat dia memandang dirinya semata-mata terpisah dari orang lain—bahwa “mereka” memerlukan bantuan dari “dirinya”. Ini menyebabkan ego jadi berkembang! Seseorang yang mencurahkan belas kasih sejati tidak pernah merasa bahwa dirinya itu berbelas kasih—dia semata-mata melaksanakan cara yang dipandangnya sebagai paling layak dan wajar. Walau kita patut menyetujui sebuah kebaikan, tapi tiada yang patut dipersoalkan mengenai diri kita yang baik.
Ini mengingatkanku pada satu perumpamaan sederhana namun mendidik tentang seekor burung berkepala dua (dua kepala burung dalam satu tubuh yang sama). Suatu hari, disebabkan dengki, burung yang satu memperdaya burung satunya lagi agar memakan buah beracun, dan berakibat keduanya pun mati.
Begitu juga, “orang lain” dan “saya” berbagi satu tubuh yang sama. Siapa diri kita dan kelangsungan hidup kita bergantung pada orang lain—tidak akan ada makanan, pakaian, sahabat, orang tua, mata pencaharian…tanpa “orang lain”—kita hidup saling bergantung. Bahkan seorang saja yang berlaku menyimpang bisa jadi merupakan awal kemerosotan bagi suatu masyarakat.
Bhikkhu tersebut berkata, “Waspada agar tidak menjadi Iblis Belas Kasih.” Seorang Iblis Belas Kasih akan benar-benar berpikir bahwa dirinya itu berbelas kasih, saat dia memandang dirinya semata-mata terpisah dari orang lain—bahwa “mereka” memerlukan bantuan dari “dirinya”. Ini menyebabkan ego jadi berkembang! Seseorang yang mencurahkan belas kasih sejati tidak pernah merasa bahwa dirinya itu berbelas kasih—dia semata-mata melaksanakan cara yang dipandangnya sebagai paling layak dan wajar. Walau kita patut menyetujui sebuah kebaikan, tapi tiada yang patut dipersoalkan mengenai diri kita yang baik.
Para Bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar