Lomba marathon internasional 1986 di New York diikuti ribuan pelari
dari seluruh dunia. Lomba ini berjarak 42 km. mengelilingi kota New
York. Jutaan orang di seluruh dunia menyaksikan acara ini melalui
televisi secara langsung.
Ada satu orang peserta yang menjadi pusat perhatian di lomba
tersebut, yaitu Bob Willen. Bob seorang veteran perang Vietnam. Ia
kehilangan kedua kakinya karena terkena ranjau saat perang. Untuk
berlari, Bob menggunakan kedua tangannya untuk melemparkan badannya
kedepan.
Lomba pun dimulai. Ribuan orang mulai berlari secepat mungkin ke
garis finish. Wajah mereka menunjukkan semangat yang kuat. Para penonton
terus bertepuk tangan mendukung para pelari. 5 km telah berlalu.
Beberapa peserta mulai kelelahan, mulai berjalan kaki. 10 km berlalu.
Saat ini mulai nampak siapa yang mempersiapkan diri dengan baik, dan
siapa yang hanya sekedar ikut untuk iseng-2. Beberapa yang kelelahan
memutuskan untuk berhenti dan naik ke bis panitia.
Sementara hampir seluruh peserta telah berada di kilometer ke-5
hingga ke-10, Bob Willen masih berada di urutan paling belakang, baru
saja menyelesaikan kilometernya yang pertama. Bob berhenti sejenak,
membuka kedua sarung tangannya yang sudah koyak, menggantinya dengan
yang baru, dan kemudian kembali berlari dengan melempar-lemparkan
tubuhnya kedepan dengan kedua tangannya.
Ayah Bob yang berada bersama ribuan penonton lainnya tak
henti-hentinya berseru “Ayo Bob! Ayo Bob ! Berlarilah terus”. Karena
keterbatasan fisiknya, Bob hanya mampu berlari sejauh 10 km dalam satu
hari. Di malam hari, Bob tidur di dalam sleeping bag yang telah
disiapkan oleh panitia yang mengikutinya.
Empat hari telah berlalu, dan kini adalah hari kelima bagi Bob
Willen. Tinggal dua kilometer lagi yang harus ditempuh. Hingga suatu
saat, hanya tinggal 100 meter lagi dari garis finish, Bob jatuh
terguling. Kekuatannya mulai habis. Bob perlahan-2 bangkit dan membuka
kedua sarung tangannya. Nampak di sana tangan Bob sudah berdarah-darah.
Dokter yang mendampinginya sejenak memeriksanya, dan mengatakan bahwa
kondisi Bob sudah parah, bukan karena luka di tangannya saja, namun
lebih ke arah kondisi jantung dan pernafasannya.
Sejenak Bob memejamkan mata. Dan di tengah-tengah gemuruh suara
penonton yang mendukungnya, samar-samar Bob dapat mendengar suara
ayahnya yang berteriak “Ayo Bob, bangkit ! Selesaikan apa yang telah
kamu mulai. Buka matamu, dan tegakkan badanmu. Lihatlah ke depan, garis
finish telah di depan mata. Cepat bangun ! Jangan menyerah! Cepat
bangkit !!!”
Perlahan Bob mulai membuka matanya kembali. Garis finish sudah dekat.
Semangat membara lagi di dalam dirinya, dan tanpa sarung tangan, Bob
melompat- lompat ke depan. Dan satu lompatan terakhir dari Bob membuat
tubuhnya melampaui garis finish. Saat itu meledaklah gemuruh dari para
penonton yang berada di tempat itu. Bob bukan saja telah menyelesaikan
perlombaan itu, Bob bahkan tercatat di Guiness Book of Record sebagai
satu-satunya orang cacat yang berhasil menyelesaikan lari marathon.
Di hadapan puluhan wartawan yang menemuinya, Bob berkata “Saya bukan orang hebat. Anda tahu, saya tidak punya kaki lagi. Saya hanya menyelesaikan apa yang telah saya mulai.
Saya hanya mencapai apa yang telah saya inginkan. Kebahagiaan yang saya
dapatkan adalah dari proses untuk mendapatkannya. Selama lomba, fisik
saya menurun drastis. Tangan saya sudah hancur berdarah-darah, tapi rasa
sakit di batin saya terjadi bukan karena luka itu melainkan ketika saya
memalingkan wajah saya ke garis finish. Jadi, saya kembali fokus
menatap goal saya. Saya rasa, tidak ada orang yang gagal dalam berlari
marathon ini. Tidak masalah Anda mencapainya berapa lama, asal Anda
terus berlari. Anda disebut gagal bila Anda berhenti. Jadi, janganlah berhenti sebelum mencapai tujuan Anda.”
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh
Dalam beribu kali pertempuran,
Namun, sesungguhnya penakluk terbesar adalah
Orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri.
Menaklukkan diri sendiri sesungguhnya lebih baik
Daripada menaklukkan makhluk lain;
Orang yang telah menaklukkan dirinya sendiri
Selalu dapat mengendalikan diri
(Dhammapada VIII, 4 dan 5)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar