Oleh : Ven. Pannyavaro
Bolehkah bhikkhu surfing (istilah yang digunakan untuk melihat-lihat atau menjelajahi dunia cyber) di internet? Apakah menyebarkan Dharma secara elektronik masih sakral sifatnya? Bukankah komputer merupakan mesin ketik atau catatan yang disempurnakan? Bukannya para pemeluk agama Buddha lebih bersifat “technophobic” daripada para pemeluk agama lainnya, tetapi ada kebutuhan tersendiri terhadap penerimaan dan penggunaan komputer dan teknologi-teknologi baru seiring pergantian abad, yang tak begitu jelas terlihat pada saat ini.
Yang kita miliki kini adalah peralatan yang lebih baru dan cara yang lebih canggih untuk menyebarkan Dharma. Jadi, sekarang para bhikkhu yang memiliki peran sebagai Pembimbing Dharma, semakin banyak yang menggunakan komputer. Jadi, para “Cyber-monk” inilah, dengan medium internet, yang akan membawa Dharma menjelang abad 21 dan selanjutnya.
Bhikkhu dan komputer masih merupakan kombinasi yang janggal. Bagi para penganut Buddhis yang memegang teguh tradisi, hal ini dapat menimbulkan dilema, khususnya jika gaya hidup bhikkhu hanya dipandang sebagai pertapa. Jadi, saat anda menggabungkan bhikkhu dan komputer, beberapa penganut Buddhis tradisional bermasalah dengan hal ini.
Terlihat suatu pemandangan yang janggal jika melihat bhikkhu sedang menggunakan komputer. Saya sendiri, sebagai seorang “cyber-monk”, sering mendapati diri saya sedang meyakinkan masyarakat bahwa saya tidak bermain game di komputer! Seringkali saya merasakan ketidaksetujuan, sepertinya ada kesalahpahaman bahwa menggunakan komputer berarti melanggar Vinaya. Tentu saja, hal ini dikarenakan pada zaman Sang Buddha belum diciptakan komputer, tetapi apakah bedanya komputer dengan alat komunikasi lainnya? Adakah perbedaan antara mengetik sebuah dokumen dengan menulis di atas daun menggunakan pena bulu? Isi dokumen atau tulisan itulah yang paling penting.
Pernah saya alami sikap yang tidak bersahabat: Beberapa saat yang lalu, seorang umat datang ke kantor saya dan menyaksikan saat saya bekerja. Saya mendapati sesuatu yang janggal dari perilakunya. Bahkan, ia tampak sangat kecewa. Tiba-tiba ia berkata, “Layar komputer Bhante sangat kotor!” Kemudian ia menambahkan, “…Begitu pula kaca mata Bhante!”
Jika seseorang dapat merancang sebuah web site Buddhis dan menampilkan kepercayaan mereka terhadap Buddha Dharma, apakah ini termasuk Dharma sejati? Dimana letak garansi keasliannya?, jika ditanyakan. Sayangnya, tak seorangpun dapat mengontrol internet, jadi semua sisi dan opini dapat diekspresikan secara bebas. Kebebasan inilah yang menjadikan internet berkembang menjadi sebuah negara tanpa didikte oleh kekuasaan agama ataupun politik (termasuk juga Bill Gates!). Karena itu, seperti biasanya, Dharma hanya dapat diketahui lewat pengalaman/praktek bukan lewat kekuasaan semata.
Dunia internet, dengan jaringannya di seluruh dunia, dan pada akhirnya dapat mengglobalisasi Dharma dan melepaskannya dari semua embel-embel kulturnya. Kemudian, terbukalah pintu bagi Buddhisme untuk kembali mengekspresikan inti sari Ajarannya, bebas dari cengkeraman kelembagaan dan hal-hal yang tidak berhubungan dengan praktek-praktek kebudayaan non-Buddhis. Cyber-temple (vihara di dunia cyber) yang baru akan menjadi tempat bertemu secara online bagi masyarakat Buddhis, seperti yang telah berlangsung di news-group atau chat channels worldwide (kelompok bincang-bincang lewat jaringan ke seluruh dunia).
Perkembangan jaringan dan pembentukan komunitas virtual Buddhis dapat membawa Buddhisme ke masa kebangkitan kembali. Pemikiran mengenai Buddhisme di internet tidak mengancam ataupun untuk bersaing dengan pemahaman terdahulu. Hal ini hanya untuk membuatnya mudah dijangkau dan memperluas penyebaran Sang Ajaran, menyiapkan forum diskusi dan pendidikan.
Isi internet menawarkan samudra informasi Buddha Dharma yang tak berbatas, yang disajikan dalam bahasa pemrograman berbasiskan webpages. Dharma akan didapatkan lewat multimedia, terutama TV atau Web. Ini berarti bahwa materi Buddhis akan ditampilkan pada media-media agar mudah dijangkau dan lebih menarik minat rata-rata user (pengguna komputer) dan para siswa Buddhis. Buddhisme di internet akan menjadi alat komunikasi yang hebat, yang memberi kita cara baru berinteraksi dengan dunia.
Globalisasi Buddhisme tidak dapat dielakkan, seperti yang terjadi pada dunia bisnis dan perdagangan, diselenggarakan lewat media internet. Lalu mengapa sekarang kita tidak mengupayakan sumber daya yang handal pada media ini? Berapa banyak vihara, stupa, rupang Buddha yang besar, dan lain-lain yang kita perlukan? Tidakkah dapat anda saksikan kebahagiaan saat membuat web-site Buddhis / menghasilkan CD-ROM untuk pembabaran Dharma ke kantor-kantor dan atau ruang lounge?
Siapa yang mempunyai komitmen untuk melestarikan Ajaran Sang Buddha? Pada masa lampau, yang bertanggung jawab adalah para bhikkhu dan para pelajar yang mendapat pendidikan Dharma secara khusus. Secara tradisional, mereka menyebarkan dan melestarikan Sang Ajaran. Tetapi pada abad ke-21, Buddhisme akan menjadi bagian dari museum bila kita tidak memanfaatkan teknologi baru dan internet. Siapa yang akan menjadi Buddhis web-master (guru di internet)? Tentu saja, para bhikkhu dan bhikkhuni yang menguasai komputer, Cyber Sangha-lah yang akan menyediakan data untuk mencapai Penerangan.
Sebagai contoh, saya, seorang bhikkhu, setelah beberapa tahun beberapa tahun berlatih meditasi secara intensif dan belajar di Thailand, Burma, dan Sri Lanka, kemudian pulang ke Australia dan membangun sebuah pusat meditasi di Sydney sekitar 6 tahun silam, tanpa bantuan secara tradisional. Saya mulai menggunakan komputer untuk mengetik, kemudian dengan sebuah modem sederhana meluncurkan sebuah Bulletin Board Services (BBS) yaitu BuddhaNet, yang pertama kali dijalankan oleh seorang bhikkhu. Secara alamiah, saya bergerak seiring dengan perkembangan teknologi. Saya mempersiapkan net tersebut 3 tahun yang lalu, dengan menggunakan kode HTML (HyperText Mark up Language, bahasa pemrograman bagi web page) sederhana. Saya harus mengakui bahwa saya adalah beta-tester Windows 95. BuddhaNet -yang merupakan jaringan informasi- bergabung dengan MSN (Microsoft Network) On Australia pada tahun itu pula. Saat ini dengan gembira saya beritakan bahwa BuddhaNet telah berhasil menjadi jaringan informasi Buddhis yang bersifat non-sekte, yang berisi majalah Buddhis online – BuddhaZine; dan sebuah sesi meditasi online “Insight Meditation Online” ditambah sebuah sesi Pendidikan Buddhis. Sebagai seorang bhikkhu yang juga mengajar, saya mengajar kelas meditasi regular dan memberikan ceramah pada minggu itu kepada 60 umat atau lebih. Namun, pada web-site BuddhaNet, terdapat lebih dari 9.000 pengunjung setiap harinya, dan mendapat tumpahan pertanyaan mengenai Buddhisme lewat e-mail (electronic mail).
Sejujurnya, saya rasa Sang Buddha pun akan lebih sering berada di rumah menggunakan internet dan teknologi baru untuk menyebarkan Ajaran-Nya. Bagaimana pendapat anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar