Na hi verena verāni, sammantῑdha kudācanaṁ,
averena ca sammanti, esa dhammo sanantano.
averena ca sammanti, esa dhammo sanantano.
Dalam dunia ini, kebencian tidak pernah dapat dilenyapkan dengan kebencian, kebencian hanya dapat dilenyapkan dengan cinta kasih
dan saling memaafkan. Ini adalah kebenaran abadi.
(Dhammapada I:5)
dan saling memaafkan. Ini adalah kebenaran abadi.
(Dhammapada I:5)
Akhir-akhir ini bentuk kekerasan dan kejahatan bertambah di mana-mana. Tidak saja di negeri kita ini yang sudah biasa kita dengar atau kita saksikan terjadi kekerasan, kejahatan, pembunuhan, perampokan dan lain-lain di mana-mana, tetapi juga di negeri-negeri lainnya. Ada apa dengan perilaku atau tindakan manusia akhir-akhir ini? Sebut saja negeri-negeri yang bergolak di seberang sana, di antaranya; Mesir, Tunisia, Libya, Yaman, dan lain-lain.
Kalau ditinjau dari kacamata Dhamma, tidak lain penyebabnya adalah karena ketidakpuasan atau keserakahan. Rakyat melawan pemimpin/presidennya, melawan penguasa. Bukan tidak punya alasan, mereka berontak karena alasan kemiskinan atau ketidakmerataan, dan lainnya. Inilah yang memicu banyak para pemimpin negara diminta oleh rakyatnya untuk mundur dari kekuasaannya, bahkan lebih parah lagi hanya untuk meminta mundur saja sebagian besar tidak ada yang langsung mundur, ya sebagai akibatnya banyak rakyatnya yang menjadi korban kekerasan, pembunuhan penembakan dan lain-lain.
Semua yang terjadi itu ada sebabnya, mengapa rakyat berontak? Ya, karena penguasa/ pemimpin tadi sibuk memperkaya diri, keluarga dan kerabatnya. Rakyat berontak karena tidak punya penghidupan yang cukup, tidak punya pendidikan yang tinggi, tidak punya pengetahuan yang luas dan tidak punya keterampilan yang cukup sehingga memiliki pikiran yang dangkal, dan sebagai akibatnya adalah mudah terbawa emosi, terprovokasi, melakukan kekerasan, dan kejahatan.
Selain karena ketidakpuasan ditambah lagi dengan kebencian, hal inilah yang membuat manusia tidak suka dengan keberhasilan, kedudukan, keberuntungan dan kekayaan orang lain, tidak ada rasa simpati terhadap kebahagiaan orang lain.
Apa lagi penyebab lainnya sehingga banyak manusia sekarang ini semakin termotivasi untuk melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap orang lain? Ya, karena itulah adanya moha, moha inilah penyebab orang melakukan kejahatan. Mereka menganggap hal itu sebagai yang benar, bisa membawa kelahiran di surga dan lain-lain.
Lalu bagaimana cara kita sebagai umat Buddha untuk mengantisipasi agar perilaku kekerasan itu tidak menular? Ya, selalu dekat dengan Dhamma, menjunjung Dhamma, menghormati Dhamma, dan mempraktikkan Dhamma. Selain hal di atas, yang tidak boleh kita abaikan adalah hukum kamma, kamma inilah sebagai hasil dari setiap usaha dan tindakan kita. Maka disebutkan dalam Saṁyutta Nikāya; sesuai dengan benih yang ditabur demikian juga buah yang akan kita petik.
Untuk mengetahui bahwa kamma itu sebagai pembeda dan penentu kehidupan kita, dalam Cūḷakamma Vibhaṅga Sutta diceritakan seorang pemuda bernama Subha Putra dari brahmana Todeyya, bertanya kepada Sang Buddha demikian; ”Mengapa ada orang yang berwajah tampan/cantik sedangkan lainnya berwajah buruk/jelek? Mengapa ada orang berkelimpahan harta sedangkan yang lainnya miskin? Mengapa ada orang yang lahir sempurna sedangkan yang lainnya terlahir cacat? Mengapa ada orang yang lahir pandai sedangkan yang lainnya terlahir bodoh? Mengapa ada orang yang lahir dihormati sedangkan yang lainnya direndahkan/dihina?”
Sang Buddha berkata lalu menjawab:
”Ya, pemuda Subha pantaslah kamu bingung atas perbedaan manusia di muka bumi ini. Yang berwajah cantik/tampan dulunya dia tidak suka marah, dia selalu berpikir dan berbuat dengan kasih sayang. Yang berkelimpahan harta dulunya dia suka berbuat dana. Yang terlahir sempurna fisiknya, dulunya dia suka menghargai makhluk hidup. Yang terlahir pandai dulunya dia suka bertanya. Yang dihargai/dihormati dia dulunya suka menghargai keberadaan dan pendapat orang lain. Sedangkan kalau sebaliknya, demikian juga buah/akibatnya.” Jadi, dari isi sutta ini bahwa yang membedakan dan menentukan kehidupan kita satu dengan yang lainnya adalah perbuatan/kamma.
Sang Buddha berkata lalu menjawab:
”Ya, pemuda Subha pantaslah kamu bingung atas perbedaan manusia di muka bumi ini. Yang berwajah cantik/tampan dulunya dia tidak suka marah, dia selalu berpikir dan berbuat dengan kasih sayang. Yang berkelimpahan harta dulunya dia suka berbuat dana. Yang terlahir sempurna fisiknya, dulunya dia suka menghargai makhluk hidup. Yang terlahir pandai dulunya dia suka bertanya. Yang dihargai/dihormati dia dulunya suka menghargai keberadaan dan pendapat orang lain. Sedangkan kalau sebaliknya, demikian juga buah/akibatnya.” Jadi, dari isi sutta ini bahwa yang membedakan dan menentukan kehidupan kita satu dengan yang lainnya adalah perbuatan/kamma.
Sebagai bekal dalam mengisi kehidupan ini hendaknya kita punyai Tujuh Sifat Baik sebagai pedoman dalam kehidupan ini yang harus kita laksanakan dan dikembangkan:
1. Keyakinan: ajaran Sang Buddha, hukum Kamma, Sebab-akibat, Tilakkhana.
2. Rasa malu untuk berbuat jahat.
3. Rasa takut akan perbuatan jahat.
4. Banyak pengetahuan.
5. Keteguhan batin.
6. Perhatian yang kuat.
7. Kebijaksanaan.
(Mahāparinibbāna Sutta)
1. Keyakinan: ajaran Sang Buddha, hukum Kamma, Sebab-akibat, Tilakkhana.
2. Rasa malu untuk berbuat jahat.
3. Rasa takut akan perbuatan jahat.
4. Banyak pengetahuan.
5. Keteguhan batin.
6. Perhatian yang kuat.
7. Kebijaksanaan.
(Mahāparinibbāna Sutta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar