Jumat, 03 Juni 2011

TUJUH MIMPI ANANDA


“Wajahnya bagaikan bulan purnama,
Matanya jernih seindah bunga teratai,
demikianlah ajaran Sang Buddha
bagaikan aliran gelombang samudra
yang mengalir ke dalam hati sanubari Ananda.”

Puisi ini mengambarkan kwalitas istimewa yang dimiliki oleh Ananda seorang murid termuda dan ternama Sang Buddha.
Ananda adalah adik dari Devadatta dan beliau adalah murid termuda dari tujuh pangeran Sakya, pengikut Sang Buddha.
Setelah ditabiskan menjadi bhikkhu, Ananda mengajukan usul pembentukan bhikkhuni sangha.
Ketika itu Ananda baru berusia 20-an, Sang Buddha telah berusia 53, dan karena usia yang masih muda ini maka Sariputra bersama Mogallana mengusulkan agar Ananda menjadi pendamping Sang Buddha.
Sejak itu Ananda menjadi pendamping yang setia Sang Buddha dan selalu berada di sisinya kemanapun Sang Buddha pergi.
Ananda belum juga mencapai kesempurnaan ketika Sang Buddha parinibanna, dan sesaat sebelum perkumpulan sangha yg pertama terbentuk.
Karena karakter yang istimewa, daya tarik, kerendahan hati dan penampilan yang menyenangkan, maka ia sangat dihargai dan disenangi oleh orang banyak. Banyak orang yg tadinya tidak begitu tertarik dengan ajaran Buddha, tetapi ketika bertemu dan berbincang dengan Ananda, mereka merasa simpatik dan tertarik.
MIMPI ANANDA
Banyak sekali cerita2 mengenai Ananda tapi kali ini saya ingin mengambil salah satu kisah yang terjadi pada Ananda.
Suatu hari Ananda berkata kepada Sang Buddha bahwa ia mempunyai 7 buah mimpi. Lalu Buddha bertanya, “Apakah ke 7 mimpi itu, Ananda?”
Ananda menjawab:
“Dalam mimpi pertama, saya bermimpi bahwa sepanjang lautan samudra terbakar; Apinya begitu dasyat hingga sampai ke langit, Yang Mulia!”
“Ananda, biasanya seorang yang telah mencapai kesucian tidak akan mengartikan segala macam mimpi-mimpi, namun impianmu itu bukan sesuatu hal yang biasa dan ini benar-benar aneh. Lautan api menandakan bahwa para sangha yang akan datang kebanyakan memiliki prilaku tidak benar, hanya sedikit sekali yang bersifat baik; mereka akan sering bertengkar antara satu dengan yang lainnya, bagaikan air jernih yang terjilat oleh api yang panas.”
Lalu Sang Buddha bertanya lagi kepada Ananda,” Apakah impianmu yang kedua?”
“Oh! Yang Mulia,


Saya bermimpi bahwa matahari telah tiada, dunia menjadi amat kosong, dan tidak ada bintang di langit.”

“Ananda, Ini pertanda bahwa saya tidak lama lagi akan parinibbana, banyak pengikut saya yg akan parinibbana juga, ini menandakan bahwa mata kebijaksanaan lama akan segera pudar.”
Lalu “Apakah impianmu yg ketiga?”
“Yang Mulia,


Saya bermimpi bahwa para bhikkhu tidak lagi mengenakan jubah, mereka jatuh ke tanah lalu kepalanya diinjak-injak oleh umatnya sendiri.”

“Ananda, ini menandakan bahwa para bhikkhu yang akan datang tidak bertindak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Mereka mempunyai sifat iri hati antara sesama, tidak menghormati hukum kebenaran, yang pada akhirnya reputasi mereka akan jatuh dan umat awam akan meremehkan Sangha. Para umat akan menghancurkan vihara-vihara berserta persatuan sangha. ”
“Apakah impianmu yg ke-empat, Ananda?”
“Yang Mulia,


Saya bermimpi bahwa jubah para bhikkhu compang-camping.”

“Ananda, Ini berarti bhikkhu sangha yang akan datang tidak lagi memakai jubah, tidak lagi mengikuti vinaya, seperti umat awam biasa, mereka akan berkeluarga. Oh! Ini sungguh2 sangat menyedihkan!…”
“Teruskanlah apakah impianmu yg kelima?”
“Yang Mulia,


Saya melihat banyak babi-babi di hutan yg sedang menggali akar dari pohon Bodhi.”

“Ananda, ini menyatakan bahwa para bhikkhu sangha di masa depan hanya mementingkan uang, mereka akan menjual patung-patung Buddha dan sutra-sutra”.
“Kemudian apakah impianmu yg ke-enam, Ananda?.”
“Yang Mulia,


Saya melihat seekor gajah besar mengacuhkan dan mengabaikan gajah kecil dan raja hutan – singa mati. Bunga-bunga suci berjatuhan di atas kepala Sang Singa, tetapi binatang-binatang lain malah menjauh karena ketakutan. Tidak lama, tubuh singa itu digerogoti cacing-cacing dan belatung.”

“Ananda, gajah besar yang mengabaikan gajah kecil berarti bhikkhu sangha di masa depan adalah ketua yang sombong/congkak, yang tidak mau menuntun yang muda. Cacing dan belatung yang mengerogoti tubuh singa berarti tidak ada satupun agama yang dapat menghancurkan agama Buddha, tetapi umat Buddha sendirilah yg akan menghancurkan ajaranku”.
“Apakah impianmu yang terakhir (ketujuh)?”
“Yang Mulia,


Saya bermimpi Gunung Meru berada di kepala saya tetapi saya tidak merasa berat.”

“Ananda, Inilah suatu pertanda bahwa saya akan parinibbana dalam waktu tiga bulan, semua para bhikkhu beserta umatnya akan sangat memerlukan bantuanmu untuk menulis semua Sutta-Sutta yang telah Kubabarkan.”
Saudara-saudara para pembaca yang budiman,
Bahkan Agama Buddha pun tidak kekal. Dengan mengenali tanda-tanda ini, kita bisa menjaga agar mimpi-mimpi itu tidak menjadi kepercayaan yang membabi buta. Teruslah berlatih dan melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan penuh kesadaran sehingga kita bisa memperpanjang eksistensinya Agama Buddha ini.

Menjelang Sang Buddha parinibbana, Beliau secara umum memuji Ananda atas kemampuan ingatannya pada semua ajaran Beliau. Para bhikkhu mengutuskan Ananda untuk menghadap Sang Buddha dan mengajukan beberapa pertanyaan:
1. Siapa yang akan menjadi guru kita setelah Sang Buddha parinibbana?
2. Kemana kita harus memusatkan pikiran kita pada saat Buddha parinibbana?
3. Bagaimana sikap dan tindakan kita ketika berhadapan dengan orang yang tidak baik, apabila Buddha telah parinibbana?
4. Bagaimana seharusnya menjelaskan sutta-sutta agar bisa meyakinkan umat-umat, apabila Buddha telah parinibbana?

Jawaban Sang Buddha kepada Ananda, “Perhatikanlah Ananda apa yang akan kukatakan!”:
1. Berpedomanlah pada dhamma dan vinaya sebagai gurumu.
2. Pusatkanlah pikiranmu pada empat landasan perhatian (*)
3. Bila bertemu dgn orang yg tidak baik, hormatilah dan perlakukanlah mereka dengan kasih sayang dan jangan terpengaruh oleh perbuatannya.
4. Apabila menjelaskan sutta-sutta, sebaiknya diawali dengan perkataan, ‘Demikianlah yg telah kudengar…’

Akhirnya Ananda mencapai Penerangan Sempurna satu hari sebelum rapat persamuan Sangha yg pertama. Dalam rapat tersebut Ananda mengawali dengan pembacaan sutta-sutta. Ia diangkat menjadi kepala bhikkhu setelah bhikkhu Mahakassapa menyerahkan tanggung jawabnya kepada beliau.
Pada usia 120 tahun, ia mencapai parinibbana di tepi sungai Gangga yang menghubungkan dua kota, dengan tujuan untuk meredakan dua kota yang sedang bertikai.
Note: * Empat landasan perhatian: perenungan terhadap tubuh ini tidak sempurna, segala sesuatunya tidak kekal, segala sesuatu adalah ilusi, dan tidak ada “diri atau aku”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar